Judul : ASKEP PERKEMIHAN
link : ASKEP PERKEMIHAN
ASKEP PERKEMIHAN
STIKES CAHAYA BANGSA
BANJARMASIN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN BERHUBUNGAN DENGAN GAGAL GINJAL
Oleh : angga Adyatma
Nim : 08.20.0972
a. Gagal Ginjal Akut
• Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh.
(http: // www.geocities.com)
• Gagal ginjal akut biasanya disertai oliguria (pengeluaran kemih <400ml/ hari). (Price and Wilson, 1995 : 885) • Acute renal failure (ARF) is the rapid deterioration of renal function associated with an accumulation of nitrogenous wastes in the body (azotemia). (Ignatavicius et all, 1995: 2147) • Gagal Ginjal Akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya tapi tidak seluruhnya, reversibel. (Mansjoer. A, 2001 : 529) b. Gagal Ginjal Kronik • Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel. (Mansjoer. A, 2001 : 531) • Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001) Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001) Gangguan fungsi Ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh ( harus dibantu dialisis atau tranplantasi ). (Mansjoer A, 2001 : 531-534) B. Anatomi dan Fisiologi Kedudukan Ginjal suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang dari kavum abdominalis dibelakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk Bentuknya seperti biji kacang, jumlah ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari wanita. Fungsi Ginjal terdiri dari : 1. memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun. 2. mempertahankan suasana keseimbangan cairan. 3. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh. 4. mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh. 5. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatin dan amoniak. Tes untuk protein (Albumin) Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus maka protein dapat bocor masuk ke dalam urin. Mengukur Konsentrasi ureum darah Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureun darah akan naik di atas kadar normal (20-40) mg%. Tes Konsentrasi Dilarang makan atau minum dalam 12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenisnya naik. Struktur Ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua, lapisan luar terdapat lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam medulal (subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dan lubang-lubang kecil disebut papila renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi satu dengan yang lain oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah. Garis-garis yang terlihat paua piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari : Glomerulus, Tubulus Proksimal (tubulus kontorti satu), gelung hendle, tubulus distal (tubuli kontorti dua) dan tubulus urinerius (papila vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masin g membentuk simpul dan kapiler satu badan malpigi yang disebut glomerulus, pembuluh aferent yang bercabang membentuk kalpiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Proses Pembentukan Urin (Air Kemih) Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada simpai bowmen berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginal akan terjadi penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa oleh arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada 3 tahap pembentukan urin : 1. Proses Filtasi Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glokusa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll. Diteruskan ketubulus ginjal. 2. Proses Reabsorsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Proses terjadinya secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorsi terjadi pada stibulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapannya secara aktif dikenal sebagai reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis. 3. Proses Sekresi Sisanya penyerapan kembali pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar . Peredaran Darah Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteria ini berpasangan kiri dan kanan, arteria renalis ini bercabang menjadi arteria interloburis kemudian menjadi arteri arkuata, arteria interloburis yang berada ditepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini oleh alat yang disebut simpai bowmen, disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowmen kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior. Persyarafan Ginjal Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal). Diatas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Hormon Adrenalin dihasilakan oleh medula. (Ester & Yamin, 1997 : 108) C. Etiologi a. Gagal Ginjal Akut Diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu : 1. Pra Ginjal atau Sirkulasi terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal dsan perbaikan dapat terjasdi dengan cepat setelah kelainan tersebut diperbaiki, misalnya Hipovolemia atau Hipotensi, penurunan curah jantung, dan peningkatan viskosistasis darah. 2. Pasca Ginjal atau obstruksi terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra, kedua ureter dan sebagainya. 3. Ginjal Intrinsik atau parenkimal akibat penyakit ginjal atau pembuluhnya. Terdapat kelainan Histologi dan kesembuhannya tidak terjadi dengan segera pada perbaikan faktor praginjal atau obstruksi misalnya nekrosis tubular akut, nekrosis kortikal akut, penyakit glomerulus akut, obstruksi vaskular akut, dan nefrektomi. (Mansjoer. A, 2001 : 530) Tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut antara lain: o Prarenal (hipoperfusi ginjal). Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan darah yang banyak. (Lumenta & Nefro, 2004 :65) vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik). o Intrarenal. Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya hemoglobin dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia atau keduanya, transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). o Pasca renal. Yang termasuk kondisi penyebab pascarenal antara lain : Obstruksi traktus urinarius, batu, tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah (Brunner & Suddarth, 2002: 1444) b. Gagal Ginjal Kronik Glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati relfuks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout dan tidak diketahui. (Mansjoer. A, 2001 : 532) Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain : 1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis) 2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) 3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis) 4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik) 5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal) 6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme) 7. Nefropati toksik8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) (Price & Wilson, 1994) D. Patofisiologi a. Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu spectrum keadaan fisiologis dan klinis yang ditandai dengan penurunan secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsi ginjal untuk mempertahankan ekskresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Gagal ginjal akut merupakan gangguan yang bersifat multifaktor meliputi gangguan hemodinamik renal, obstruksi intratubular, gangguan sel serta metabolik dan gangguan suseptibel nefron yang spesifik. Vasokontriksi renal diduga memegang peranan utama terjadinya GGA. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa penurunan LFG terjadi sebagai akibat persisten vasokonstriksi, yang terutama terjadi akibat peningkatan solut pada makula densa, serta menyebabkan aktifasi feedback dari tubulus dan glomerulus. Telah terbukti bahwa terjadi peningkatan tonus, peningkatan respon atau reaktifitas terhadap bahan yang menyebabkan vasokonstriksi, dan penurunan respon vasodilatasi pada arteriol pembuluh darah ginjal. Perubahan struktur dari cytoskeleton pada arteri, arteriol, sel mural atau pericytes dari vasarecta setelah terjadi iskemi, akan menyebabkan hilangnya autoregulasi dari aliran darah ginjal serta aktifitas pembuluh darah yang tidak normal. Terjadinya persisten vasokonstriksi preglomerulus diduga sebagai penyebab utama gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II, thromboxane A2, leukotrienes C4, dan D4, endothelin-1, adenosine, endhothelium-derived prostaglandin H2 serta rangsangan sjaraf sympatis. Pada keadaan iskemia ginjal terjadi peningkatan kadar endothelin-1. Pemberian anti-endothelin antibodies atau endothelin reseptor antagonis diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskemia. Nitric oxide (NO), merupakan vasodilator, dapat menurunkan ekspresi dan aktifasi endotel oleh endothelin. Namun demikian rangsangan adenosin A2 reseptor terbukti mempunyai efek sebagai anti inflamasi yang kuat pada keadaan iskemia maupun reperfusi ginjal. Diduga bahan yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal terjadi secara sinergi.Walaupun vasokonstriksi diduga merupakan penyebab utama patofisiologi GGA, namun pemberian vasodilator misalnya dopamin, atrial nitriuretic peptid tidak terbukti dapat dipakai sebagai pencegahan maupun terapi iskemia pada GGA. Peningkatan solut di nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari tubulus proximalis dengan berpindahnya posisi ensim Na+K+ATPase serta gangguan integritas dari tight junction. Akibatnya, terjadi penurunan absorbsi dari sodium pada transellular. Penurunan aliran darah daerah outer medulla pada pembuluh darah bagian medulla diduga memegang peranan utama gangguan fungsi ginjal pada GGA. Penurunan aliran darah didaerah medula ini akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan masukkan oksigen. Disamping itu, terjadi sumbatan serta timbunan lekosit pada pembuluh darah bagian medulla akan memperburuk keadaan pada GGA. Tampaknya selain vasokonstriksi, kerusakan dan aktifasi endotel, inflamasi, lekosit dan sel adhesi juga memegang peranan penting terjadinya gangguan fungsi ginjal. Aktifasi endotel dan peningkatan regulasi dari sel adhesi akan menyebabkan terjadinya pembengkakan dan hilangnya fungsi barrier dari sel endothel. Selain itu terjadi peningkatan reaksi antara lekosit dan endotel pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi interaksi dengan sel lekosit, platelet dan terjadi sumbatan mekanik pada pembuluh darah kecil di ginjal. Aktifasi lekosit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cytokines, chemokines, eicosanoid serta reactive oxygen species (ROS) dengan akibat akan terjadi peningkatan regulasi dari sel adhesi. Selain itu akibat paparan lekosit oleh cytokines akan menyebabkan terjadinya deformitas dari lekosit sehingga lekosit akan di sequestered. Lekosit yang disequestered ini akan meningkatkan kerusakan dari tonus pembuluh darah dengan mengeluarkan ROS dan eicosanoid. Gambar 1. Patofisiologi GGA iskemi MICROVACULAR TUBULAR Glomerulus Medullary ↓ O2 ↑Vasocostriction in response to: Cytoskeletal breakdown endothelin, adenosin Loss of polarity angiotensinII, thromboxan A2 Apoptosis&Necrosis lekotrien, sympathetic nerve Desquamation of viable activity and necrotic cells Tubular obstruction ↓Vasodilatasi in response to: Backleak nitric oxide, PGE2, acetylcholin bradikinin ↑Endothelial and vascular smooth muscle cell structural damage ↑Leukocyte-Endothelial adhesion vascular obstruction, leukocyte activation and inflammation Dikutip dari Journal of the American Sociaty of Nephrrology 14:8;2003 Pada keadaan post iskemi GGA, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972 menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi GGA. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya fibrosis dari tubulus interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi GGA masih kontrofersi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga didapat peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti bukti lain mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan menghambat infiltrasi T sel dan makrofag di ginjal, sehingga dapat memproteksi kerusakan ginjal. Pada periode post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di vasarecta, serta didapat peningkatan regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi anti B7-1 protein sebelum dilakukan percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan dari T sel, monosit/makrofag. Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada lekosit, dengan merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-α. Setelah terjadi iskemi 30 menit pada ginjal, akan terjadi peningkatan TNF-α mRNA, sedang TNF-α transcription factor dan NF-κB akan diaktifasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus TNF-α binding protein akan menurunkan aktifitas TNF-α serta infiltrasi dari netrofil, sehingga dapat mempertahankan fungsi ginjal. Angiotensin II sebagai vasokonstriksi bekerja dengan meningkatkan produksi chemokines oleh sel endotel sehingga meningkatkan interaksi antara lekosit dan endotel. Sedang nitric oxide bekerja dengan menghambat TNF-α sehingga dapat mmelindungi ginjal dari kerusakan akibat iskemi. Akibat jangka panjang dari GGA pada manusia masih belum diketahui dengan pasti dan masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung dari penyebab GGA dan lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa didapatkan penderita setelah mengalami GGA fungsi ginjal tidak kembali sempurna. Gangguan yang sering ditemukan adalah ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasikan urin. Dari hasil penelitian ditemukan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun demikian penderita penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi GGA iskemi, namun gangguan pada microvacular akan menetap. Keadaan ini harus diwaspadai efek jangka panjang pada GGA iskemi. (http: // www.geocities.com) b. Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup : 1. Penurunan cadangan ginjal. Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi. 2. Insufisiensi ginjal. Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis. 3. Gagal ginjal. yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. 4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir. Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Corwin, 1994) E. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis pada Gagal Ginjal : a. Gagal Ginjal Akut 1. Pre renal Klien akan menunjukkan gejala seperti : hipotensi, takhikardi, penurunan haluaran urine, penurunan cardiac output dan tekanan vena sentral (CPV), letargi. 2. Intra renal Klien akan menunjukkan gejala: oliguria atau anuria, edema, takhikardi, nafas pendek, distensi vena jugularis, peningkatan berat badan, bunyi nafas rales atau crackles, anoreksia, nausea, mual muntah, letargi atau mengalami tingkat kesadaran yang bervariasi, abnormalitas elektrolit kadang-kadang terjadi. 3. Pascarenal Klien mungkin akan memperlihatkan perbaikan. Perawat harus tetap memonitor adanya oliguria atau anuria intermitten, gejala uremia dan letargi. b. Gagal Ginjal Kronik 1. Kardiovaskuler Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), Edema periorbital, Friction rub, pericardial, Pembesaran vena leher. 2. Dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat, Kulit kering bersisik, Pruritus Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar. 3. Pulmoner Krekels, Sputum kental dan liat, Nafas dangkal,Pernafasan kussmaul. 4. Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan, Nafas berbau ammonia, Ulserasi dan perdarahan mulut, Konstipasi dan diare, Perdarahan saluran cerna. 5. Muskuloskeletal Kram otot, Kekuatan otot hilang, Kelemahan pada tungkai, Fraktur tulang dan Foot drop. 6. Neurologi Tidak mampu konsentrasi, Kelemahan dan keletihan, Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, Disorientasi, Kejang, Rasa panas pada telapak kaki, Perubahan perilaku. 7. Reproduktif Amenore, Atrofi testekuler. (Smeltzer & Bare, 2001) F. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada Gagal Ginjal : a. Gagal Ginjal Akut Jantung : edema paru, aritmia, efusi perikardium. Gangguan Elektrolit : Hiperklemia, hiponatremia, asidosis. Neurologi : iritabilitas neuromuskular, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal. Hematologi : anemia, diatesis hemoragik. Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial. (Mansjoer. A, 2001 : 530) b. Gagal Ginjal Kronik Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain : 1. Hiperkalemia 2. Perikarditis 3. Hipertensi 4. Anemia 5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001) G. Penatalaksanaan a. Gagal Ginjal Akut 1. Pengobatan dan dialysis Tujuan dari pengobatan adalah menemukan dan mengobati penyebab dari gagal ginjal akut. Selain itu pengobatan dipusatkan untuk mencegah penimbunan cairan dan limbah metabolik yang berlebihan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk meningkatkan jumlah cairan yang dibuang melalui ginjal, bisa diberikan diuretik. Kadang diberikan natrium polistiren sulfonat untuk mengatasi hiperkalemia. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Untuk membuang kelebihan cairan dan limbah metabolik bisa dilakukan dialisa. Dengan dialisa penderita akan merasa lebih baik dan lebih mudah untuk mengendalikan gagal ginjal. Dialisa tidak harus dijalani oleh setiap penderita, tetapi sering dapat memperpanjang harapan hidup penderita, terutama jika kadar kalium serumnya sangat tinggi. Indikasi dilakukannya dialisa adalah: - Keadaan mental menurun - Perikarditis - Hiperkalemia - Anuria - Cairan yang berlebihan - Kadar kreatinin > 10 mg/dL dan BUN > 120 mg/dL.
2. Pertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses dan drainase luka serta respirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan.
3. Pertimbangan nutrisi
Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguria untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat ( pisang, buah, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 g/ hari.
(Brunner & Suddarth. 2002)
b. Gagal Ginjal Kronik
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
H. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub.
3. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung.
4. Makanan / Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan.
5. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma.
7. Nyeri / Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+), Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal.
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas.
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
(Doengoes, 2000)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah.
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik).
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi.
C. INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan.
Kriteria Hasil :
Hasil laboratorium mendekati normal
BB stabil
Tanda vital dalam batas normal
Tidak ada edema
Intervensi :
• Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
• Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL.
• Awasi BJ urin
• Batasi masukan cairan
• Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
• Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
• Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4)
• Auskultasi paru dan bunyi jantung
• Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah
Kolaborasi :
• Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me ↑ COP
• Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serum Hb/ Ht
• Rongent Dada
• Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopa
• Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi
• Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah.
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji status nutrisi
• Kaji / catat pola dan pemasukan diet
• Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia
• Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi
• Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut
• Timbang BB tiap hari
Kolaborasi ;
• Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K
• Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
• Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat.
• Batasi K, Na, dan Phospat
• Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B
Kompleks ; Antiemetik
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik).
Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
• Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat
• Berikan cairan sesuai indikasi
• Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi
• Kontrol suhu lingkungan
• Awasi hasil Lab : elektrolit Na
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
• TD dan HR dalam batas normal
• Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
• Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer / kongesti vaskuler
• Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiri
• Observasi EKG, frekuensi jantung
• Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang
• Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental
• Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku
• Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas
• Pertahankan tirah baring
Kolaborasi:
• Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin
• Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
• Siapkan dialysis
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
Tujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Intervensi ;
• Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat
• Kaji kemampuan toleransi aktivitas
• Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan
• Rencanakan periode istirahat adekuat
• Berikan bantuan ADL dan ambulasi
• Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus.
Hasil yang diharapkan : kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesi
Intervensi :
• Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhu
• Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane mukosa
• Jaga kulit tetep kering dan bersih
• Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan tulang
• Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani area edema dengan hati-hati
• Pertahankan linen kering dan kencang
• Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area pruritus
• Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi.
Tujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan perilaku hidup
Intervensi :
• Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa
• Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mg
• Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein, rendah natrium sesuai indikasi
• Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan efek samping
• Diskusikan tentang pembatasan cairan
• Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus
• Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas
• Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera : Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata merah.
Demikianlah Artikel ASKEP PERKEMIHAN
Sekianlah artikel ASKEP PERKEMIHAN kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel ASKEP PERKEMIHAN dengan alamat link https://tipstopmarketing.blogspot.com/2010/10/askep-perkemihan.html
0 Response to "ASKEP PERKEMIHAN"
Post a Comment