5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)

5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah) - Hallo sahabat TIPS BELAJAR BISNIS ONLINE DAN INTERNET MARKETING, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel indonesia, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)
link : 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)

Baca juga


5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)

5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)

Apa itu Teks Drama?
Drama adalah suatu cerita yang dipentaskan di atas panggung (disebut teater) atau tidak dipentaskan di atas panggung (drama radio, telivisi, film). Drama secara luas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sastra yang isinya tentang hidup dan kehidupan yang disajikan atau dipertunjukkan dalam bentuk gerak.



Naskah Drama 1

Skenario: Didalam skrip drama ini pemain berjumlah 6 orang. Drama ini menceritakan sekelompok pemuda dari keluarga kaya yang tidak mementingkan perasaan orang lain dan selalu menganggap materi adalah yang terpenting. Berikut adalah alur skenario dari drama tersebut.

Sinopsis: 1. Tema : Arti Kehidupan
2. Ritme  :
a) Eksposisi
        Brandon
        Tommy
        Elsa
        Anna
        Ivan
        Helen

b) Permasalahan
Brandon, Tommy, Anna dan Ivan menyingkirkan Elsa begitu saja semenjak gadis itu menjadi miskin.

c) Komplikasi
Elsa berencana untuk bunuh diri karena orang tuanya bangkrut dan teman-temannya meninggalkan dirinya.

d) Catatan 1
Ivan dan Anna menyakiti hati Elsa dengan perkataan mereka.

e) Catatan 2
Helen, kakak Elsa, berbesar hati memaafkan mereka dan itu membuat mereka menyadari kesalahannya.

f) Kesimpulan
Brandon, Tommy, Anna dan Ivan sadar tentang arti kehidupan karena Helen dan kematian Elsa.

3. Karakter:
- Brandon (Antagonis)
Ivan (Antagonis)
Helen (Prontagonis)
Tommy (Tritagonis)
Elsa (Tritagonis)
Anna (Tritagonis)

4. Latar
    a. Tempat : Cafe dan Rumah Sakit
    b. Waktu : Siang Hari

Skenario (Dialog)
Brandon : Pesen yang banyak deh! Nanti aku yang bayar. Pokoknya kalian harus makan sampe kenyang.

Tommy  : Baru gajian ya? Kok royal banget sih?

Brandon : Bawel ah! Mau ditraktir nggak nih?

Anna  : Ya jelas mau lah! Hari ini kan giliran kamu yang keluar duit.

Tidak lama kemudian Elsa datang menghampiri meja dimana mereka duduk. Ia baru pamit dari toilet untuk menerima telepon.

Anna  : Elsa kenapa? Kok sedih? Pamali loh sabtu-sabtu murung gitu!

Ivan  : Iya kenapa sih, Sa? Dompetmu hilang?

Brandon dan Tommy tertawa menimpali lelucon Ivan tesebut.

Elsa  : Mamaku barusan telepon. Dia bilang papaku bangkrut. Semua rumah, mobil dan tabungan di bank ludes. (Terisak pelan) kami harus pindah ke tempat tinggal yang lebih kumuh. Parahnya lagi semua kebangkrutan ini karena papa terlibat kasus korupsi dan sekarang dia menjadi buronan polisi (Menangis)

Brandon : HAH? Yang bener?!

Ivan  : Berarti kamu anak buronan?!

Anna  : Kamu jatuh miskin sekarang, Sa?

Brandon, Ivan, Anna dan Tommy memasang raut muka tegang dan memandang hina kepada Elsa yang sedang menangis.

Elsa  : Aku sudah nggak punya apa-apa sekarang, tapi kalian masih mau kan temenan sama aku? Kita kan bersahabat sejak lima tahun lalu.

Anna menjauhkan kursinya yang tadinya berada di dekat kursi Elsa. Ia merapat kearah Brandon yang berada disebelahnya.

Anna  : Ya, kamu tahu sendiri lah, Sa kita ini sekumpulan pemuda-pemuda kaya. Jadi, mana mungkin kamu bisa menuruti gaya hidup kita?

Tommy  : Mending kamu pulang dan tengok keadaan orang tuamu, Sa.

Ivan dan Brandon hanya memandang dingin kearah Elsa. Elsa pun menatap mereka dengan tatapan yang sangat sedih.

Elsa  : Kupikir persahabatan kita selama lima tahun ini berarti. Tetapi kita aku jatuh miskin, kalian menempakku begitu saja!
Brandon : Sudahlah, Sa. Pulanglah. Betul tadi apa kata Tommy. Sudah bagus makananmu kubayari!

Elsa bangkit berdiri dari kursinya kemudian menatap sedih keempat temannya. Kemudian ia meninggalkan mereka dan keluar dari cafe.

Ivan  : Gila si Elsa, masa kita disuruh anggep dia teman sih. Sementara dia udah melarat. Aku jadi nggak nafsu makan.
Brandon : Sama nih, ya udah minta bill aja deh!

Tiba-tiba Anna yang sudah hampir sampai ke mobilnya, berlari menghampiri Brandon dan Ivan.

Anna  : Guys! Barusan aku dapat kabar kalo ada seorang gadis yang ciri-cirinya mirip Elsa hendak lompat dari fly over!

Ivan  : Serius?!

Anna  : Masa kayak gini bohong? Coba cek handphone kalian!

Brandon dan Ivan mengecek handphone masing-masing dan menerima kabar yang sama dari pesan broadcast.

Brandon : Yuk, kita langsung ke fly over itu! Kamu bareng kita aja, Anna! Hubungi Tommy, suruh dia langsung kesana.

Anna, Ivan dan Brandon masuk kedalam mobil. Brandon mengemudikan mobil kearah fly over tempat dimana Elsa hendak bunuh diri. Tiba-tiba di separuh perjalanan, handphone Ivan berbunyi dan raut muka Ivan berubah menjadi sangat tegang.

Ivan  : Guys.... Kita terlambat. Elsa melompat dari fly over tersebut dan ia tewas.
Brandon langsung menghentikan mobilnya. Anna menangis tersedu-sedu di jok belakang mobil.

Ivan  : Kita langsung ke Rumah Sakit Permata Biru aja, jenazah Elsa dibawa kesana.
Brandon menarik nafas panjang kemudia mengemudikan mobilnya kearah rumah sakit itu.

Sesampainya disana, mereka bertiga berlari dan didepan ruang jenazah sudah ada ibu dan Helen, kakak Elsa yang duduk membisu.
Anna berlari memeluk Helen.

Anna  : Kak, maafkan kami. Ini semua salah kami. Kalau kami kasih support ke Elsa, pasti jadinya tidak akan begini. Tetapi kami malah meninggalkan Elsa begitu saja saat ia membutuhkan kami.

Helen membalas pelukan Anna dan mengusap punggung Anna dengan lembut. Helen tidak dapat menahan air matanya.

Helen  : Sudahlah, kami sudah memaafkan kalian. Ini semua sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Aku Cuma memohon agar kalian terus mendoakan Elsa agar ia tenang disana.

Brandon dan Ivan terkesiap menatap Helen yang tidak marah kepada mereka dan malah memaafkannya.

Ivan  : Kami mohon maaf sebesar-besarnya, Kak. Kami pasti terus mendoakan Elsa.

Helen  : Tidak perlu minta maaf terus menerus, Van. Elsa hanya tidak kuat menerima kenyataan bahwa kami semua jatuh miskin. Aku sangat mengerti karena sejak kecil ia hidup dengan bergelimang harta.

Brandon, Ivan dan Anna takjub akan kebesaran hati Helen dan semenjak itu mereka bertekad untuk lebih menghargai orang lain dan tidak menggunakan uang sebagai tolak ukur.



Naskah Drama 2

Sinopsis: Tema kesehatan memang pantas untuk selalu diangkat, mengingat banyak orang yang melepaskan dunia dengan mengalami sakit parah. Hal ini tentu memberikan kita perhatian, sebab dampak ditinggalkan orang terkasih melalui serangan penyakit. Tentunya memiliki nilai trauma tersendiri bagi orang terdekat yang ditinggalkan.

Tema  : Pendidikan
Judul  : Kesehatan Sang Ibu
Pemeran :
1. Ibu
2. Fensa
3. Noftavia
4. Dokter

Naskah
Suatu ketika handphone Fensa bergetar di pagi hari, suatu hal yang tidak lumrah sebab nomor yang etrtera adalah nomor kakanya, Noftavia. Merasakan ada hal yang aneh, di pagi buta sudah menelfon padahal biasanya cukup mengirimkan pesan singkat. Fensa langsung mengangkat pada deringan yang pertama.

Fensa:”Halo.. Assalamu’alaikum..”

Noftavia:”Wa’alaikumsalam.. Dek, bisa pulang ke rumah sekarang?”

Fensa:”Ada apa mbak?”

Noftavia:”Pulang bisa pagi ini juga?”

Fensa:”Ada apa dulu, aku harus berangkat kerja. Kalau alasan tidak masuk tidak jelas bisa dikeluarkan!”

Noftavia:”Ibu dek, ibu masuik rumah sakit. Diabetesnya ternyata belum sembuh total. Pulang dulu, tengok ibu. Siapa tahu keadaanya bisa lebih baik.”

Seketika tumpah air mata Fensa medengar sang ibu, yang merupakan pecutnya bekerja dengan giat. Kini terbaring di rumah sakit, ketakutan itu seketika muncul. Namun fensa berusaha menepis dengan kuat.

Fensa:”Iya, aku pulang sekarang...!”

Telepon ditutup segera, Fensa langsung menymbar tas punggungnya ia masukkan sepasang baju yang mudah diraih. Membawa barang seperlunya, dan bergegas menuju ke halte bus terdekat. Sepanjang perjalanan, air mata tak bis adibendung seperti air bah banjir Jakarta yang turun dari wilayah Bogor. Fensa sudah tidak peduli dengan sekeliling yang terus mengamati, sebab dalam benaknya hanya ada ibu, ibu, dan ibu. Tidak ada yang lain lagi.
Setelah tiga jam perjalanan yang melelahkan dan panjang, akhirnya Fensa sampai di rumah sakit di kabupaten kota kelahirannya. Ia bergegas memencet nomor kakaknya, Noftavia menanyakan ruang rawat sang ibu.

Noftavia:”Di ruang manggis, kamar no 4 ya dek. Disini ada dokter yang masih memeriksa ibu..”

Fensa:”Iya kak..”

Sampailah Fensa di kamar sang ibu, di samping ranjang ada dokter dan perawat serta kakanya tersayang. Sementara di ranjang pesakitan, kini terbaring tubuh malaikat penyemangatnya selama ini. Kaget Fensa melihat keadaan ibunya, namun sang ibu bukannya terlihat sakit tak berdaya. Justrus eulas senyum tersungging penuh ikhlas dan penawar rasa khawatir.

Fensa:”Ibu wajahnya kok bisa begini?”

Ibu:”Tidak apa-apa..”

Fensa:”Dok, ibu kok bisa begini kenapa?”

Dokter:”Ada komplikasi yang cukup rumit dari diabetes yang diderita ibu anda.”

Fensa:”Apa itu?”

Dokter:”Ada komplikasi di saluran pencernaan, yakni usus dan lambung. Paling para komplikasi di ginjal. Sehingga membuat ibu anda sukar membuang sampah dlaam tubuhnya mbak.”

Noftavia:”Sudah 2 hari kemarin ibu tidak bisa buang air kecil maupun besar, tidak juga bisa keluar keringat dek..”

Dokter:”cairan yang tidak bisa keluar, baik keringat maupun air seni karen aginjal yang terganggu. Mengakibatkan kulit ibu anda menggembung berisi cairan. Untuk sementara mengguankan infus khusus agar bisa kencing dan berkeringat.”

Fensa:”Apakah bisa diatasi dok?”

Dokter:”Untuk sementara bisa dengan infus ini. Namun selebihnya semoga diberikan kemudahan dari-Nya!”

Noftavia:”Saya masih bingung dok, apa penyebab komplikasi ginjal ini?”

Dokter:”Dari hasil pemeriksaan, ibu saudara sepertinya sering mengkonsumsi minuman instan. Padahal tidak baik bagi penderita diabetes, penumpukan ini berakibat pada ginjal ibu anda.”

Terkejut sudah pasti, namun tetap saja hanya bisa tabah dan berusaha menjalani cobaan ini dengan selalu berhusnuzdon pada-Nya. Sang dokter meninggalkan ruangan, beserta perawatanya.

Noftavia:”Tadinya ingin rawat jalan saja agar lebih hemat, tapi dokter tidak mengijinkan. Kondisi ibu tidak stabil dek, obat infus ini mahalnya luar biasa. Ibu juga tidak mau makan nasi, hanya mau makan buah. Itupun tidak seberapa jumlahnya.”

Tangisan kini berderai makin deras, Fensa tidak kuasa untuk tidak menahannya. Merasa bersalah, membiarkan ibunya memperburuk kesehatan yang sudah kurang baik sedari dulu oleh diabetes. Sang ibu memang gemar minum minuman yang manis, apalagi jika minum minuman instan yang praktis cara membuatnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, berharap ibunya bisa bertahan dan melalui ini semua adalah jalan yang terbaik.

Fensa:”Soal biaya nanti dipikirkan, sekarang biar ibu sehat dulu.”

Noftavia:”Iya dek, tapi mau dapat uang darimana? Seharusnya kita ikutkan ibu asuransi kesehatan agar tidak tunggang langgang begini.”

Fensa:”Sudah kak, jangan disesali. Kalau sudah rezeki tidak akan kemana, toh ini ibu kita, ibu yang baik. Dan selalu beramal dengan sesamanya. Pasti kita diberikan jalan.

Noftavia:”Semoga saja”

Siang ini kedua saudara saling menguatkan satu sama lain, saling berjanji saat ibu sudah sehat mereka akan memperhatikan hal remeh sekalipun. Tanpa terkecuali perihal minuman yang dianggap sepele.

Ibu:”Kapan sampai sa?”

Fensa:”Barusan bu.. ibu kenapa tidak mau makan? Nanti gak bisa minum obat, kapan sembuhnya?”

Ibu:”gak apa-apa.”

Fensa:”Ibu selalu saja bilang ‘gak apa-apa’. Yang sakit apa bu? Perutnya sakit kalau makan?”

Pertanyaan ini hanya dijawab dengan gelengan, Fensa semakin sedih. Wajah dan sekujur tubuh ibunya terlihat penuh keriput. Karen akulit yang tadinya menggembung karena penumpukan cairan kini tepah kempis dan meinggalkan bekas. Bekas yang sangat menyakitkan, mencerminkan penderitaan ibunya yang tidak perbah diungkapkan kepada kedua putrinya.

Setelah seminggu di rumah sakit, akhirnya sang ibu boleh pulang. Namun setelah melakukan permohonan dengan sangat kepada tim dokter. Sebab keterbatasan biaya, yang membuat merawat di rumah sakit menjadi amat sangat berat. Keputusan yang diambil sudah bulat, ibu akan dirawat di rumah oleh Noftavia. Sebab fensa harus ebkerja untuk mencari biaya berobat sang ibu setiap bulannya. Semakin hari keadaan ibu memang semakin membaik, meskipun sejak keluar dari rumah sakit. Sang ibu suda tidak pernah lagi berpijak di tanah dengan kedua kakinya. Kesehatan itu mahal harganya, sakit berat seharusnya tetap dijaga asupan konsumsi hariannya.



Naskah Drama 3

Suatu ketika disaat keadilan sudah menjadi kata yang punah. Sedang diadakannya ujian semester. Adi dan Banu duduk sebangku, Sita dan Dini duduk sebangku di depannya, sedangkan Budi duduk sendiri disamping Banu.
Mata pelajaran yang sedang di ujiankan adalah matematika, semua murid terlihat kebingungan dan kewalahan melihat soalnya. Dan terjadi lah percakapan antara 5 sekawan, Adi, Budi, Banu, Sita dan Dini.

Dialog
Banu:      “Din, aku minta jawaban soal nomor  5 dan 6!”

Dini:         “A dan C”

Sita:         “kalau soal nomor 10,11 dan 15 jawabannya apa Ban?

Banu:      “10 A, 11 D, nomor 15 aku belum”

Adi:          “Huss, jangan kencang-kencang nanti gurunya dengar”

Sita:         “soalnya sulit sekali, masih banyak yang belum aku kerjakan”

Mereka berempat saling contek-mencontek seperti pelajar lainnya. Tapi tidak dengan Budi, ia terlihat rileks dan mengerjakan soal ujian sendiri tanpa mencontek.

Banu:      “Bud,kamu sudah selesai?”

Budi:        “Belum, tinggal 3 soal lagi”

Banu:      “Aku minta jawaban nomor 15 sampai 20 Bud!”

Budi:        “Tidak Bisa Ban,”

Banu:      “Kenapa? Kita sahabat bud, kita harus kerjasama”

Dini:         “Iya Bud, kita harus kerja sama”

Adi:          “Iya, kamu kan yang paling pintar disini bud”

Budi:        “tapi bukan kerjasama seperti ini teman-teman”

Sita:         “Kenapa memang Bud? Hanya 5 soal saja!”

Budi:        “Mencontek atau pun memberi contek adalah hal buruk, yang dosa nya sama. Aku tidak mau mencotek karena dosa, begitu pula member contek ke kalian. Aku minta maaf”

Sita:         “Tapi saat ini, sangat mendesak Bud”

Dini:         “Iya Bud, bantu kami”

Budi:        “tetap tidak bisa”

Adi:          “yasudah, biarkan. Urus saja dirimu sendiri Bud, dan kami urus diri kami sendiri.” (marah                      dan kesal)
Banu:      “biarkan, kita lihat di buku saja”

Banu lalu mengeluarkan buku dari kolong bangkunya secara diam-diam, kemudian melihat rumus dan jawaban di dalamnya. Lalu Sita menanyakan hasilnya.

Sita:         “Bagaimana Ban? Ada tidak?

Banu:      “ada, kalian dengar ya. 15 A, 16 D, 17 D, 18 B, 19 A, 20 C”

Karena suara Banu yang agak terdengar keras, Guru pun mendengarnya dan menghampiri mereka berempat.

Guru:      “Kalian ini, mencontek terus. Keluar kalian”

Mereka berempat di hukum di lapangan untuk menghormati tiang bendera.

Banu:      “Aku tidak menyangka akan seperti ini”

Dini:         “Aku juga tidak menyangka, akan dihukum”

Sita:         “Seharusnya kita belajar ya”

Adi:          “Iya, Budi benar”

Banu:      “Disaat seperti ini, baru kita menyadarinya yah!”

Sita:         “Aku menyesal!”

Adi,Dini&Banu:   “Aku juga” bersama

Setelah itu Budi keluar dari kelas dan menghampiri mereka. Kemudian Budi ikut berdiri hormat seperti yang lain.

Dini:         “kenapa bud? Kamu di hukum juga?”

Budi:        “Tidak, aku ingin menjalani hukuman kalian juga.
                  Kita sahabat kan? Aku ingin kita bersama”

Sita:         “aku berharap ini menjadi pelajaran kita semua”

Dini:         “dan tidak kita ulangi lagi”

Adi:          “Kita sahabat sejati”

Lalu mereka semua menjalani hukuman dengan penuh senyum dan tawa. Persahabatan akan mengalahkan segala keburukan.

Naskah Drama 4

Judul : patuh pada orangtua.
Tema : sosial.
Jumlah pemeran : Drama 3 orang.

1. Tomy
2. Lisa
3. Sinta

Sinopsis drama

Tomy sedang ngobrol dengan Lisa disebuah taman yang tidak jauh dari rumah mereka. Tomy dan Lisa adalah dua remaja yang sangat patuh pada orangtua. Tidak lama kemudian datanglah Sinta. Sinta adalah sosok remaja yang kurang memperhatikan perintah orangtua dan sering melanggarnya.

Sinta : Eh.. ada apa kok kelihatannya lagi pada serius gitu?

Tomy :Eh kamu Sinta.. nggak kok, Lisa cerita ke aku kalau dia kemarin disuruh Ibunya untuk beli barang kebutuhan dapur, tapi dia kelupaan.

Lisa : Iya, Sinta.

Sinta : Terus? Kenapa gitu aja kok kayak jadi masalah serius gitu buat kamu Lisa?

Lisa : Ya iya dong, itu namanya kan aku nggak ngendahin perintah Ibu aku. Kan nggak baik kalau seorang anak sering nggak memperhatikan perintah orangtuanya.

Tomy : Betul tu.. harusnya Lisa nggak suka lupa gitu.

Sinta : Yea elah.. kalau cuman gutu aja mah aku sering. Ngapain juga urusan kecil gitu aja kalian pikir ampe segitunya.

Tomy : Kok kamu seperti itu sih Sinta? Ya sudah seharusnya dong Lisa menyesal, kan itu nggak bagus namannya. Nggak memperdulikan perintah orangtua.

Sinta : Kalau aku sih, bukan sekali-dua kali saja begituan. Lagian yang namanya nggak ingat mau gimana lagi. Masak setiap orangtua nyuruh kita harus dipenuhin, nggak juga kan?

Lisa : Ya harus dong Sinta. Yang namanya orangtua kalau udah nyuruh kita yang kita harus kerjakan.

Tomy : Ah.. aku sih kalau sempat yang aku kerjain, kalau nggak yang nggak.

Lisa : Itu nggak baik Sinta. Itu namanya kamu anak yang tidak patuh pada perintah orangtua. Kamu harus bisa merubah sikap kamu, ntar kamu jadi anak yang durhaka lagi.

Tomy : Betul kata Lisa itu Sinta. Kamu harus berubah. Jangan membiasakan diri meremehkan perintah Ibu/Ayah kamu. Nggak baik itu.

Sinta : Iya deh.. aku ngerti.

Naskah Drama 5

Sebuah nuansa pagi hari yang cukup cerah. Jenitama dan Voni, dua orang siswa kelas VII sedang asyik membaca buku Biologi diperpustakaan sekolah. Pasalnya nanti siang akan ada ulangan harian mata pelajaran tersebut. Kemudian datanglah Anggira, salah satu sahabat mereka.

Anggira: “Mit, Von, rajin sekali kalian berdua!”

Jenitama: “Iya lah, tugas kita sebagai pelajar kan memang harus belajar. Hehehe…”

Anggira: “Iya juga sih. Eh Oya kalian tahu tidak, ada siswa baru yang akan masuk ke kelas kita hari ini.”

Voni: “Oh ya, siapa namanya? Lelaki atau perempuan?”

Anggira: “Lelaki, tapi aku juga belum tahu siapa namanya dan seperti apa rupanya.”

[Bel sekolah berbunyi]

Jenitama: “Eh ayo masuk kelas!”

[Ketiganya memasuki ruang kelas. Bu Guru masuk bersama seorang siswa baru.]

Bu Guru: “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru dari Sulawesi, ia akan menjadi teman sekelas kalian. Silakan perkenalkan dirimu, nak!”
Wantara

Wantara: “Selamat pagi, sahabatku. Nama saya Muhammad Wantara. Saya berasal dari Sulawesi.”

Jenitama [berbisik pada Anggira]: “Jauh sekali ya, dari Sulawesi pindah ke Bandung!”
[Anggira hanya mengangguk petanda setuju]

Bu Guru: “Wantara, kamu duduk di belakang Voni ya [menunjuk sebuah meja kosong]. Untuk sementara kamu duduk sendiri dahulu karena jumlah siswa di kelas ini ganjil.”

[Wantara segera duduk di kursi yang disediakan]

Bu Guru: “Ya baiklah, sekarang kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku kalian di halaman 48….”

[Pelajaran pun dimulai]

Tiba saatnya jam istirahat. Wantara, yang belum memiliki teman, diam saja duduk di kursinya sambil menunduk. Rupanya belum ada yang mau mendekati Wantara. Semua siswa di kelas itu masih sungkan dan hanya mau tersenyum saja padanya tanpa berani mengajak ngobrol lebih lanjut.

Voni: “Psst, Mit, Nggi, coba lihat anak baru itu, sendirian saja ya!” [berbisik pada Jenitama dan Anggira saat mereka baru kembali dari kantin]

Jenitama: “Ayo kita dekati saja.” [Ketiganya menghampiri Wantara]

Anggira: “Hei, Wantara. Kenalkan, aku Anggira, ini Wantara dan Jenitama [menunjuk kedua temannya].”

[Ketiganya duduk di sekeliling Wantara]

Wantara: “Hai, salam kenal.”

Voni: “Kamu kok tidak jajan ke kantin?”

Wantara: “Aku… Aku bawa bekal makanan [pelan sekali, sambil tertunduk].”

Jenitama: “Oh begitu, rajin sekali kamu, Wan!

[Keempat siswa ini mulai terlibat obrolan ringan sehingga Wantara merasa ditemani]

Saat jam pulang sekolah, Bu Guru memAnggiral Anggira dan Voni yang hendak pulang ke rumah.

Bu Guru: “Anggira, Voni! Ke sini sebentar. Ibu mau menanyakan sesuatu.”

[Anggira dan Voni menghampiri Bu Guru]

Voni: “Ada apa, Bu?”

Bu Guru: “Itu, bagaimana perilaku Wantara di kelas? Apakah ia bisa membaur?”

Voni: “Dia agak pendiam, Bu. Dan suka menunduk saat berbicara.”

Anggira: “Tadi di jam istirahat, kami berdua dan Jenitama berusaha mendekatinya. Kami mengobrol cukup lama, ia anak yang baik kok, hanya saja ia seperti agak kurang percaya diri dan muram.”

Bu Guru: “Hmm… begitu ya. Anak-anak, Wantara adalah salah satu korban selamat tragedi tsunami Sulawesi beberapa bulan yang lalu. Kedua orang tuanya tewas terhempas ombak. Kini hanya tinggal ia dan adik perempuannya, Annisa. Annisa masih duduk di kelas 4 SD, di SD V kota kita ini.”

Anggira: “Ya Tuhan, sungguh berat cobaan yang menimpanya…”

Bu Guru: “Iya. Untungnya, seorang pamannya tinggal di Bandung sehingga ia dan adiknya tinggal di sini. Mereka tergolong masyarakat prasejahtera, sehingga Wantara benar-benar harus berhemat. Pamannya berkata pada Ibu tadi pagi, ia tak mampu memberi uang jajan yang cukup untuk Wantara sehingga Wantara harus bekal nasi setiap hari agar tidak lapar di sekolah.”

Voni: “Oh pantas saja tadi jam istirahat ia tidak ke kantin.”

Bu Guru: “Ya sudah, Ibu cuma mau bilang begitu. Kalian berbaik-baiklah dengannya. Temani dia agar tak merasa kesepian dan terus berduka.”

[Anggira dan Voni pamit kemudian pulang]

Di rumahnya, Voni terus menerus memikirkan teman barunya, Wantara. Akhirnya ia mendapatkan suatu ide. Dikabarkannya Anggira dan Jenitama melalui SMS. Keesokan harinya di jam istirahat….

Voni: “Eh, kalian membawa apa yang aku bilang kemarin, kan?”

Jenitama: “Bawa lah. Yuuuk kita dekati Wantara.”

Anggira: “Wantara, bolehkah kami bertiga makan bersama kamu?”

Wantara: [kikuk dan kebingungan] “Eh, eemm.. boleh saja..”

Voni, Anggira, dan Jenitama mengeluarkan makanan mereka. Ketiganya juga membawa makanan cemilan untuk dimakan secara bersama-sama, tentu saja Wantara juga kebagian. Dengan makan bersama setiap hari, mereka berharap bisa membuat Wantara lebih ceria. Setelah makan…

Wantara: “Terima kasih, sahabatku. Kalian cukup baik kepadaku.”

Jenitama: “Kamu ini bicara apa, sih? Kita kan teman, wajar saja jika kita saling bersikap baik.”

Semenjak saat itu Wantara menjadi semakin kuat karena mendapat dukungan dari sahabat barunya. Siswa-siswi lain di kelas itu pun banyak yang bergabung membawa bekal untuk dimakan bersama-sama pada jam istirahat, dan suasana semakin terasa cukup menyenangkan.



Demikianlah Artikel 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)

Sekianlah artikel 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel 5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah) dengan alamat link https://tipstopmarketing.blogspot.com/2016/07/5-contoh-teks-drama-pendek-naskah.html

0 Response to "5 Contoh Teks Drama Pendek (Naskah)"

Post a Comment

Jika Ingin Membaca artikel ini klik Pada Image Di artikel